On The News

Indikasi Properti Bakal Menguat Pertengahan 2016

Pelemahan ekonomi yang diikuti pelemahan pasar properti ditengarai bakal berakhir di pertengahan 2016 mendatang. Indikatornya antara lain Rupiah yang mulai stabil, sementara regulasi yang dibuat pemerintah baru akan terasa di pertengahan 2016.

Demikian penuturan Eddy Ganefo, Ketua Umum DPP APERSI (Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia). Menurut Eddy, pasar rumah komersial paling terkena imbas, dimana penjualannya mengalami penurunan cukup tajam.

“Pembeli rumah komersial kebanyakan untuk investasi bahkan spekulasi, sehingga di saat seperti ini mereka menahan pembelian. Sementara itu, pihak pengembang harus tetap menjaga cash flow mereka, sehingga ada yang menawarkan harga setengahnya, memberi berbagai gimmick. Jadi sebenarnya untuk pembeli, sekaranglah saatnya membeli,” urai Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) ini kepada Rumah.com, seperti ditulis Selasa (17/11/2015)

Dia menuturkan, pasar rumah komersial—yang tidak disubsidi pemerintah—tentu sangat tergantung kondisi ekonomi. Perubahan regulasi LTV (loan to value) dari 70 persen menjadi 80 persen sudah cukup bagus, tetapi dengan kondisi ekonomi sekarang belum bisa banyak berpengaruh.

"Makanya kami usulkan, untuk kondisi saat ini, LTV bisa jadi 90 persen dan pemberlakuannya disamakan dari pembeli rumah pertama hingga rumah ketiga. Termasuk juga untuk KPR inden, jangan hanya untuk rumah pertama, tetapi sampai rumah ketiga," ungkap Eddy. "Pada saat kondisi ekonomi sudah membaik, regulasi dikembalikan lagi seperti semula," tambah Eddy.

Kendala lain di sisi pengembang adalah peraturan pajak juga memberatkan. “Saat membeli tanah, pengembang dikenakan PPN, PPH, dan BPHTB. Waktu membangun rumah kena lagi PPN, PPH, dan BPHTB. Belum lagi kalau membangun rumah mewah, kena lagi pajak barang mewah,” kata Eddy.

Perumahan MBR Moncer

Di sisi lain, papar Eddy, perumahan subsidi justru moncer tahun ini, lantaran regulasi dan intervensi yang dilakukan Pemerintah,  terutama terkait Program Sejuta Rumah. Terbukti dana FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan) Rp5,1 triliun habis hingga Juli dan sekarang Pemerintah menggagas subsidi selisih suku bunga (SSB).

"Sayangnya tidak semua yang dijanjikan Pemerintah terlaksana tahun ini. Misalnya saja bantuan uang muka (BUM) sebesar Rp4 juta yang sampai sekarang belum bisa terlaksana dan baru mulai berjalan di 2016," urai Eddy. "Sementara, perizinan yang dipersingkat menjadi delapan juga belum berjalan," tambah dia.

Jika semua regulasi ini terlaksana, maka penjualan akan makin kencang, karena dari sisi suplai akan siap.Eddy juga mengkritisi kebijakan Pemerintah yang lebih memberi kemudahan di sisi demand (konsumen), sementara di sisi suplai (pengembang) kurang mendapat kemudahan.

"Di sisi suplai juga perlu mendapat bunga yang rendah, kalau bisa single digit," ujar Eddy.

Saat ini, APERSI telah menyumbang 60.000 unit rumah subsidi dari target 65.000 unit di tahun ini. "Di 2016, jika semua regulasi Pemerintah bisa dilaksanakan, kami bisa menargetkan 120.000 hingga 130.000 unit,” kata Eddy optimistis.

Terkait dana FLPP yang dinaikkan menjadi Rp9,1 triliun di 2016, Eddy mengatakan alangkah baiknya dana tersebut ditambah.

"Dana Rp 9,1 triliun paling hanya bisa untuk membangun 100 ribuan unit. Dengan standar harga rumah MBR yang dinaikkan setiap tahun, maka rumah yang dibangun akan semakin sedikit," pungkasnya. (Anto E/Ahm)

Penulis : Anto Erawan

Written by: BUSDEV Date: Kamis, 28 Januari 2016 10:04 WIB